Powered By Blogger

Minggu, 21 November 2010

Sejarah menyimpulkan; Gerakan mempraktekan

Tidak dapat dipungkiri apatisme dikalangan mahasiswa sudah memasuki fase paling memrihatink an. Keengganan mahasiswa dalam menyikapi masalah masalah sosial membuat kampus kehilangan fitrah pengabdiannya pada masyarakat. Alih alih mencari solusi, mahasiswa lebih mendahulukan ego intelektualitas mereka untuk menjadi yang terbaik secara akademik. Sebagian menjadi kutu kutu buku yang autis, sebagian lagi menjadi tukang tukang nyontek yang munafik. Bila perkuliahan usai, kampus kering dari isu isu pergerakan karena pembicaraan mahasiswa hanya berkisar soal sex, fun, food dan fashion. Jelas ini adalah penghianatan intelektual sekaligus “bunuh diri kelas” dihadapan rakyat.


Menyikapi keprihatinan diatas, pada 30 oktober 2010 berdiri Lingkar Diskusi Mahasiswa Uniba disingkat LiDi MADU. Kelompok yang berawal dari sering nangkringnya beberapa mahasiswa di kawasan universitas Balikpapan ini, kemudian bergulir pada kesamaan tujuan perjuangan untuk melakukan perubahan dikalangan mahasiswa. Istilah LiDi MADU sendiri dipilih sebagai simbol persahabatan, persaudaraan dan kekeluargaan antar mahasiswa.

Sebagai kelompok non struktural yang tidak terikat dengan birokrasi Pemerintahan Mahasiswa atau unit kegiatan kampus (UKM) , LiDi MADU memposisikan diri sebagai lembaga sosial masyarakat. Karena itu gerakan LiDi MADU menjadi sangat leluasa karena tidak diintervensi oleh birokrasi kampus. Kritik bisa dilakukan secara terang terangan karena tak sedikitpun memiliki potensi untuk cari muka pada lembaga penyelenggara pendidikan.

Fokus utama gerakan LiDi MADU adalah mengagitasi mahasiswa untuk kritis dalam menyikapi masalah masalah sosial yang berkembang di dalam atau diluar kampus. Agitasi berarti “membangkitkan perhatian (to excite) atau mendorong (stir it up)”. istilah ini lebih cocok bila dibandingkan dengan istilah menyemangati karena mahasiswa butuh pressure lebih guna membangkitkan kesadaran politik mereka. Mereka memang di tuntut menjadi pintar sebagai bentuk tanggung jawab atas biaya perkuliahan yang telah dibayar, tapi ketimbang pintar, mereka juga dituntut untuk bisa bersikap benar. Karena Kepintaran tanpa diiringi kebenaran hanya akan melahirkan bandit bandit intelek baru lima sepuluh tahun mendatang.

Upaya nyata pengagitasian tersebut adalah dengan melaksanakan diskusi rutin, penyebaran buletin, penelitian ilmiah dan penyampaian opini di Group jejaring social (Lingkar Diskusi Mahasiswa Uniba) yang kontennya sarat dengan isu isu sosial.

Fokus kedua adalah melakukan advokasi atas ketidakpuasan mahasiswa Universitas Balikpapan terhadap pelayanan kampus. Melalui divisi advokasi setiap mahasiswa memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat mengenai turunkan biaya SPP , transparasi dana kampus, melibatkan mahasiswa dalam pengambilan kebijakan dikampus, kenyamanan fasilitas, kerumitan birokrasi akademik dan hambatan biaya perkuliahan. Dari advokasi yang dilakukan, diharapkan tidak ada lagi keluhan layanan kampus.

Mimpi perubahan mentalitas mahasiswa atau pengabdian pada pada rekan rekan satu almamater bisa dikatakan tindakan utopis karena faktanya atapisme dikalangan agent of change sudah mencapai titik nadir. Namun bagi LiDi MADU selama gerakan yang dilaksanakan dalam koridor kebenaran dan hal itu membuktikan bahwa masih ada mahasiswa yang peduli, lebih baik disebut utopis dari pada apatis.

Mahasiswa adalah apa yang mereka perjuangkan bukan yang orang lain katakan. Tidak ada pilihan selain terus berjuang sampai menang atau sampai mati. Dengan melakukan hal demikian mahasiswa tidak lagi memiliki beban moral karena mereka telah lunas membayar hutang-hutang intelektualnya.





Tulian di atas di tulis kwn RENDY (Tahta Rakyat Proletar)
seorang anggota PEMBEBASAN Kota Balikpapan
juga anggota LIDI-MADU (kompro) Kampus UNIBA Balikpapan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar