Powered By Blogger

Senin, 22 November 2010

KRUPSKAYA: Guru Bagi Kaum Buruh

Oleh: Reihana Diani*

Aku Krupskaya, akan bercerita tentang perjuangan Rakyat Rusia sampai bisa menjadi negara sosialis pertama di dunia. Jadi, aku hanya membahas sambil lalu tentang diriku sendiri. Anggap saja, ini sebuah dongeng tentang revolusi.

St. Petersburg, sebuah kota yang ramai, salah kota industri yang muali tumbuh dimasa Tzar, di kota inilah aku dilahirkan, 1869. Aku dilahirkan ditengah-tengah rejim feodal, yang bengis, kejam, menghambur-hamburkan kemewahan, sementara Rakyatnya hidup dalam kemiskinan. Di sekitar pabrik-pabrik, kita dapatkan gang-gang sempit, yang dibecek akibat sisa-sisa salju yang baru mencair, menuju tempat tinggal kaum buruh, rumah yang kusam, sekusam wajah-wajah para penghuninya, menuju rumah orang-orang miskin kota. Aku juga dilahirkan, ditengah anak-anak buruh, mereka riang gembira, tapi pancaran matanya tidak bisa menipuku, bahwa mereka tidak bahagia. Sejak kecil aku juga melihat para pengemis lalu lalang, melihat buruh-buruh yang pagi hari dengan langkah yang terburu-buru menghampiri cerobong-cerobong pabrik dan sore harinya, aku melihat wajah sayu mereka, yang tenaganya sudah terkuras habis. Walaupun disana sini ada beberapa pabrik, tapi secara umum, Rakyat Rusia hidup dari tanah. Rusia, bumi manusia tempat aku dilahirkan, negeri yang telah mencatat sejarahnya sendiri, yang telah menuliskan dalam sejarahnya, bahwa kelas buruh bisa berkuasa.
Hampir seperti Jerman dalam makna keterbelakangannya, terlalu nyenyak tertidur dalam masa lalunya yang dipenuhi dengan mimpi persetubuhan yang menggairahkan, atau hampir sama dengan orang yang ada dalam surga yang tentu tidak mau keluar dari masa-masa indahnya. Sementara, bangsa Eropa lainya sudah melakukan Revolusi yang dipelopori oleh Prancis, sudah membuang sejarah usang mereka, sudah meninggalkan feodalisme mereka itu, sudah memasuki jaman baru, yang tentunya lebih beradab.

Ilmu dan pengetahuan juga lambat perkembangannya, ilmu-ilmu beradab hasil Renaisance juga lambat sampai Rusia, berkelok-kelok datangnya sehingga sampai Rusia hampir 200 tahun kemudian. Ilmu-ilmu sosial hasil revolusi Prancis juga belakangan datangnya, begitu juga dengan sosialisme dari yang utopis sampai yang ilmiah. Baru pada akhir dari abad ke–19 semuanya mulai berubah, satu demi satu, langkah demi langkah, bergerak dan bergerak menggurat garis sejarahnya sendiri. Industrialisasi, pabrik-pabrik mulai muncul disana-sini, terutama industri pertambangan dan perusahan kereta api, tanah-tanah petani mulai digusur untuk pabrik-pabrik/perkebunan-perkebuanan/perternakan-peternakan. Sehingga, petani-petani yang miskin karena sistem perhambaan semakin kering kerontang mereka, mulai pergi ke kota-kota, menjadi buruh pabrik.

Ya, begitu menginjak masa-masa remaja, aku melihat, bahwa terjadi perubahan di Rusia. Aku melihat, disana-sini cerobong pabrik semakin banyak, bunyi peluit pabrik yang memekakkan telinga itu juga bertambah banyak, jumlah orang-orang yang pergi ke pabrik pun semakin benyak. Jumlah buruh, di 50 propinsi Rusia saja mencapai 2.207.000, dan di seluruh Rusia mencapai 2.792.000. Ya, pembukanya adalah industri kereta api itu –yang memerlukan logam untuk rel-rel, untuk lokomotif-lokomotif, untuk gerbong-gerbong, membutuhkan minyak dan batu bara untuk bahan bakar—yang kemudian memacu industri metalurgi dan industri bahan bakar.

Aku melihat ada yang aneh tentang hidup buruh-buruh ini. Seperti robot, pandangan mereka kosong, pergi pagi hari disaat peluit pabrik berbunyi, pulang sore hari disaat matahari mulai tenggelam. Bagiku, mereka seperti orang-orang yang tersesat ditengah keramaian, tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Buruh-buruh itu belum memahami kenapa pakaian mereka dekil sementara majikan-majikan mereka rapi-rapi, mereka belum mengerti kenapa mandor-mandor marah-marah kalau mereka terlambat datang. Buruh-buruh itu belum lagi tahu kenapa upah mereka dipotong kalau tidak masuk kerja, mereka tidak memahami kenapa harus bekerja 12,5 jam di kilang-kilang minyak, 14 sampai 15 jam di industri tekstil, mereka tidak tahu kenapa anak-anak mereka juga harus bekerja di pabrik-pabrik, kepada upah mereka hanya 7 sampai 8 rubel perbulan.

Kondisi-kondisi seperti itulah yang mendorongku untuk membantu buruh-buruh itu, memberikan pengertian, memberikan gambaran, bahwa mereka ditindas oleh pemilik modal. Dengan sabar aku jelaskan, bahwa kerja mereka banyak yang dicuri oleh majikan-majikan mereka, bahwa tenaga mereka diperas, keringat mereka harus dikucurkan, tapi bukan untuk diri mereka sendiri. Setiap sore hari, setelah buruh-buruh itu pulang dari pabrik, setelah mereka mandi agar sedikit hilang kepenatan, aku dan kawan-kawanku yang lain, memberikan pengertian, memberikan pengajaran kepada mereka. Teori-teori Marxis yang pernah aku dapatkan dulu, sekarang aku berikan kepada buruh-buruh, yang memang tujuan dari teori ini diperuntukkan. Setelah beberapa waktu, buruh-buruh itu semakin tahu kondisi mereka, mereka juga semakin mengerti apa yang harus dilakukan agar bisa keluar dari belenggu penindasan. Aku senang, aku bahagia, buruh-buruh itu tidak muram lagi, dari mata mereka terpancar gairah hidup, terpancar semangat perjuangan. Tidak ada yang lebih membahagiakan bagiku, selain melihat buruh-buruh itu ramai berdiskusi, ramai berdebat tentang kondisi mereka, bergairah dalam membaca bacaan-bacaan politik. Sungguh, kebahagian yang akan terus membekas dalam diriku.

Memang semuanya akan terus berubah, seperti halnya air sungai yang terus mengalir. Buruh-buruh Rusia semakin mengerti, semakin paham apa yang harus mereka lakukan. Pemogokan-pemogokan buruh mulai terjadi, Perkumpulan Perjuangan untuk Emansipasi Klas Pekerja, yang aku turut mendirikan bersama Lenin dan kawan-kawan yang lain semakin banyak anggotanya. Tzar mulai gerah. Pemilik pabrik tidak tenang lagi. Polisi-polisi berjaga-jaga di pintu-pintu pabrik. Tapi buruh tak perduli, mereka tetap saja melakukan pemogokan. Tzar semakin represif, gelombang penangkapan pun menggila yang ditujukan kepada buruh dan pejuang buruh yang gencar melakukan pemogokkan. Tak terkeceuali diriku sendiri. Selama enam bulan aku harus hidup didalam jeruji penjara, dalam kamar yang pengap dan dingin, banyak kecoaknya, mesum dan jorok. Akan tetapi, aku semakin bisa merasakan arti sebuah perjuangan, bahwa perjuangan tidak hanya membutuhkan heroisme, semangat yang menyala-nyala, tetapi juga keteguhan, kesabaran, tatkala kita berada dalam situasi yang sunyi, situasi yang tertekan, dan terkurung dalam dinginnya tembok penjara. Apalagi setelah hampir tiga tahun aku mengalami masa-masa pembungan di Siberia, tempat yang jelas tidak diinginkan oleh manusia yang waras. Kondisi-kondisi inilah, kondisi yang serba tidak membahagiankan, yang telah semakin menempaku dalam perjuangan revolusioner. Di Siberia, aku menikah dengan Lenin, kawanku dalam perjuangan. Dialah orang sangat aku cintai.

Dari tempat pembuangan aku terus berjuang. Aktif terlibat dalam membangun gerakan revolusioner, membangun PBSDR, partai revolusioner di Rusia. Memang tidak gampang untuk bekerja dalam situasi yang serba sempit, situasi yang tidak bebas bergerak, dimana demokrasi benar-benar tidak ada. Ya, dalam kerja-kerja bawah tanah. Aku dan kawan-kawan harus berfikir, bagaimana agar bacaan-bacaan bisa dibaca oleh buruh, berfikir agar buruh tetap berani melawan, bisa tetap membuat lingkaran-lingkaran diskusi, bisa membuat sekretariat-sekretariat partai. Di tempat pengasingan ini aku juga memperdalam kemampuanku dalam berbahasa asingku, aku juga selalu belajar membuat metode-motode pengajaran dalam teori dan prakter revolusioner.

Tahun-tahun 1905 merupakan tahun-tahun yang sulit bagi gerakan revolusioner. Aku menyebutnya tahun-tahun pembangunan partai. Tahun-tahun yang menentukan pula. Kekuatan-kekuatan revolusioner yang ada, kadang masih terpecah belah, tidak mempunyai kesamaan program, strategi taktik, bahkan banyak juga gerakan yang mengaku-aku revolusioner, tapi sebenarnya milik Tzar. Di sisi lain, gerakan buruh semakin menunjukkan kemajuannya. Pemogokan, kosa kata baru itu semakin menunjukkan bentuknya, 1 Mei 1901, di pabrik mesiu dan senjata Obukhov, Petersburg, terjadi bentrokan berdarah antara buruh dan tentara. Kaum buruh melakukan perlawanan dengan gigih, tapi dapat dipatahkan, 800 buruh ditangkap dan banyak yang dijebloskan dalam penjara. Peristiwa ini, telah memberikan pelajaran berharga bagi kaum buruh tentang makna militansi dalam sebuah perjuangan. Pada Maret 1902, pemogokan besar terjadi di Batum, dan kemudian bisa menyeret petani di Transkaukus. Pemogokan juga terjadi di Rostovdi-Don. Awalnya dipelopori oleh buruh kereta api tetapi kemudian menyeret buruh-buruh lain, beribu-ribu buruh mendatangi rapat-rapat akbar, polisi Kozak tidak berdaya menggagalkan rapat-rapat tersebut, ketika ada buruh yang dibunuh oleh polisi, keesokan harinya, pada hari pemakaman terjadi rapat akbar kaum buruh. Tahun 1903, pemogokan massal kaum buruh terjadi dalam skala yang lebih besar, pemogokan makin gigih dan makin terorganisasi. Pemogokan-pemogokan buruh ini kemudian membangkitkan perlawanan kaum tani di pedesaan, mahasiswa pun ikut terseret dalam gelombang pemogokan. Tiada hari tanpa pemogokkan, dimana-mana, kaum buruh, tani dan mahasiswa melakukan pemogokan. Pondasi itu telah diletakkan bagi bangunan revolusi. Selama tahun 1895 sampai 1904, jumlah pemogok rata-rata 43.000 per tahunya.

Api itu memang telah berkobar, membakar apa saja. Akan tetapi, kondisi gerakan ini masih terpecah-pecah, tidak terpimpin. Sehingga, harus ada alat yang bisa menyatukan gerakan yang masih bergerak sendiri, yang bisa melingkupi seluruh Rusia. Aku sepakat dengan Lenin, bahwa butuh Koran Partai, yang terbit reguler dan distribusinya mencakup seluruh wilayah Rusia. Dengan koran ini, maka gerakan yang ada akan mendapatkan pasokan ideologi, arahan politik, dan yang lebih penting, menyatukannya. Ya, memang tidak dapat disepelekan koran partai ini bagi perjuangan partai revolusioner. Makanya aku sering merasa sakit hati, teriris-iris, ketika kelompok lain memandang sebelah mata pentingya koran partai ini, bahkan yang lebih keji, membuangnya begitu saja. Padahal, dengan koran partai, dengan surat kabar partai, kita bisa berbicara kepada Rakyat, kepada kaum proletar, sampai daerah-daerah yang sangat terpencil, sehingga, mereka ini mengerti apa yang kita maksudkan, mengerti kenapa kita harus berjuang melawan Tzar.

Puncaknya 1905, ketika gerakan buruh tak terbendung lagi. Tahun-tahun ini memang luar biasa. Ya, sejak Januari, kesadaran buruh memperoleh kemajuanya, dari kesadaran ekonomis menjadi kesadaran politik. Selama triwulan pertama jumlah pemogok mencapai 810.000, dan 1.277.000 pemogok pada triwulan terakhir—suatu jumlah yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Ya, terus-terus maju perlawanan kaum buruh. Setelah pemberontakan Moskow, Desember 1905, gerakan kaum buruh mulai menunjukkan arah mudurnya. Tahun 1906 jumlah pemogok mencapai 1.000.000 sedangkan tahun 1907 jumlah pemogok sebanyak 750.000, semakin turun jumlah pomogok pada tahun 1908, hanya 175.000, tahun 1909 jumlah pemogok 60.000, tahun 1910 jumlah pemogok 50.000. Semakin menurun memang jumlah pemogok-pemogok itu. Tetapi memasuki tahun 1911, gairah kaum buruh mulai bangkit lagi, jumlah pemogok menjadi 100.000, apalagi setelah peristiwa yang terjadi di sungai Lena itu—setelah sekitar 270 buruh terbunuh dan 250 lainya terbunuh di tambang emas sungai Lena di Siberia, 4 April 1912—gemuruh kaum buruh kembali terjadi. Pemogokan besar-besaran kembali terjadi, ratusan ribu kaum buruh terlibat dalam demosntrasi—tahun-tahun ini, merupakan tahun-tahun kenaikan revolusioner dari massa, kaum buruh mulai bangkit kembali kesadaran politiknya.

Sayang, aku lebih sering tidak berada ditengah gejolak kaum buruh itu karena harus ada di tempat pembuangan. Rasanya sedih betul, sementara gerakan buruh tengah bergemuruh, aku berada jauh dari pusat perlawanan itu. Tapi kita tak perlu cengeng, dimanapun tempatnya, kita tetap bisa menyumbangkan bagi perjuangan, terus berfikir agar gerakan revolusioner bisa terus maju. Baru setelah revolusi Februari 1917 aku dan Lenin kembali ke Rusia. Awalnya aku bekerja di sekretariat Komite Sentral, mengerjakan tugas harian partai. Ya, kerja-kerja harian yang mengasyikkan dan mengembirakan. Kemudian aku terpilih untuk mewakili Distrik Vyborg untuk Duma di Petrogard, dimana aku aktif dalam kerja-kerja di departemen pendidikan rakyat. Aku memang selalu tertarik terhadap masalah pendidikan, bukan saja karena aku dulu guru, tapi bagiku, kalau Rakyat pengetahuannya tidak berkembang akan sulit suatu bangsa mencapai kemajuan. Banyak sekali aku amati, suatu bangsa tetap berkubang dalam kemunduran karena banyak Rakyatnya tidak terdidik, apalagi di negeri-negeri yang berada dalam cengkraman penjajahan. Bagiku, pendidikan bukan hanya memberikan pengetahuan formal, tapi yang lebih penting, Rakyat bisa memiliki kepercayaan diri, mampu membebaskan dirinya sendiri dari belenggu yang merantainya. Buruh-buruh sudah terlalu lama dibodohi, sehingga rasa percaya diri mereka lenyap, akhirnya mereka seringkali pasrah terhadap penindasan yang mereka alami. Keadaan ini yang harus bisa diatasi oleh pendidikan, harus ditemukan metodenya, materinya.

Setelah revolusi Oktober, 1917, Revolusi yang menandai kemenangan kaum buruh, aku bekerja di Komisariat Rakyat untuk Pendidikan (People’s Commisariat of Education). Posisi, yang memberiku kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan konsep pendidikan bagi Rakyat. Aku memang tertarik pada pendidikan untuk orang-orang dewasa, yang sering kali dianggap sambil lalu. Banyak sekali konsep pendidikan hanya ditujukan kepada anak-anak sampai remaja, yang dilakukan melalui pendidikan formal. Padahal, banyak orang-orang dewasa yang tidak mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan formal, yang juga perlu diperhatikan. Aku juga membantu mengorganisir Zhenotdel dan organisasi-organisasi pemuda—seperti Komsomol dan Pioneers—serta menulis berbagai artikel untuk koran-koran maupun jurnal.

Setelah Lenin wafat, adalah masa-masa yang sulit bagiku. Ya, ini wajar, kalau semasa hidupnya, semasa aku menjadi istrinya, aku sering berdiskusi tentang banyak hal, tentang kaum buruh, tentang perempuan, tentang sastra, tentang pendidikan, tentang revolusi, dll. Terasa sunyi memang, tapi tugas revolusi harus dilanjutkan. Kematian Lenin kemudian menandai babak baru kekuasaan Stalin. Aku berseberangan dengan Stalin, sehingga bergabung dengan Trosky. Masa-masa Stalin adalah masa-masa naiknya kaum kariris menjadi pimpinan partai, menjadi birokrat-birokrat dalam pemerintahan. Aku dan kawan-kawan yang lain berjuang agar revolusi tidak diselewengkan. Banyak korban akibat usaha melawan Stalin, kawan-kawan yang dulu berjuang bersama dalam revolusi, banyak yang dibunuh, sebagian lainya dibuang ke Siberia. Inilah yang membuat aku sedih. Aku sungguh menderita melihat kejadian-kejadian ini. Aku sendiri tidak mampu berbuat banyak. Akan tetapi, telah aku berikan semuanya untuk Revolusi dan aku selalu yakin.

Krupskaya, tulis Trotsky dalam sebuah artikel untuk kematiannya, “adalah seorang yang luar biasa (outstanding personality) totalitas pengabdiannya, semangatnya, dan ketulusan jiwanya. Dia adalah wanita yang tak mudah dikelabui ……………seorang revolusionist sejati dan salah seorang yang paling tragis nasibnya dalam sejarah gerakan revolusioner”. ***

*Ketua Organisasi Perempuan Aceh Demokratik, ORPAD


Tidak ada komentar:

Posting Komentar